TINJAUAN TEORI
1.1. Anatomi Pelvis
Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu: 1)os coxae (os ilium, os ischium, os pubis) 2) os sacrum dan 3) os coccigeus. Tulang-tulang tersebut satu sama lain saling berhubungan. Os illium merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista iliaka. Ujung-ujungnya disebut spina iliaka anterior superior dan spina illiaka posterior superior. Os ischium merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjilan di belakang disebut tuber ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis terdiri dari ramus superior dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os ilium., sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen obturatorius. Kedua os pubis bertemu dan simetris.
Sakrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sakralis. Vertebra pertama paling besar menghadap ke depan. Pinggir atas vertebta ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan sacrum berbentuk konkaf. Os koksigis merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra koksigis.
Gb. 1 Tulang Pembentuk Pelvis
1.2. Jalan Lahir.
Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang terdiri dari pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis diatas linea terminalis yang tidak banyak pentingnya dalam obstetric. Yang lebih penting adalah pelvis minor, dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan pintu bawah panggul (outlet). Pelvis minor berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung ke depan (sumbu carus).
Gb. 2. Potongan Sagital Panggul
A. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul (PAP) merupakan suatu bidang yang dibatasi disebelah posterior oleh promontorium, dilateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas simpisis. Pada panggul ginekoid PAP hampir bundar, kecuali di daerah promontorium agak masuk sedikit. Ukuran ukuran pintu atas panggul :
Diameter anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan posterior simpisis. Disebut juga conjugate obstetrika.
Konjugata diagonalis yaitu jarak tepi bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat diukur dengan memasukan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba meraba promontorium. Pada panggul normal tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm.
Konjugata vera yaitu jarak tepi atas simfisis dengan promontorium didapat dengan mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm
Diameter tranversa adalah jarak terjauh garis lintang PAP, biasanya 12,5-13 cm
Diameter oblique adalah garis persilangan konjugata vera dengan diameter tranversa ke artikulasio sakroiliaka.
Gb. 3. Pintu Atas Panggul
B. Ruang Panggul
Ruang panggul merupakan saluran diantara PAP dan Pintu bawah panggul (PBP). Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simpisisnya. Dinding posterior dibentuk oleh ossakrum dan os koksigis, sepanjang ±12 cm. Karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.
Gb.4. Ruang Panggu
C. Pintu Bawah Panggul
Batas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5-10 cm. PBP berbentuk segi empat panjang disebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis, dilateral oleh tuber ischii. Dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis ) adalah ± 90 derajat . Jika kurang dari 90 derajat , lahirnya kepala janin lebih sulit karena kepala memerlukan labih banyak tempat ke posterior.
D. Jenis Panggul
Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :
Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hamper sama dengan transversa
Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi diameter tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian ventral menyempit ke muka. Ditemukan pada 15% wanita
Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 % wanita. Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter tranversa
Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar dapirada diameter anteroposterior.
Tipe panggul campuran disebut bila tidak memenuhi criteria 4 macam bentuk pelvis dasar yang dibagi oleh Cadwell. Untuk menentukan kombinasi ini mula mula yang disebut adalah jenis segmen pelvis bagian belakang dahulu kemudian baru bagian segmen depan.
Gambar 5. Pintu atas panggul (klasifikasi Caldwell-Moloy)
1.3. Indikasi Pemeriksaan Pelvimetri
Pada anamnese terdapat riwayat
Kesulitan persalinan
Persalinan midforceps
Kematian janin yang tidak dapat diterangkan
Palpasi
Pintu atas panggul
Terabanya promontorium pada toucher vagina
Kepala janin diluar simpisis
Kegagalan dalam usaha penekanan kepala janin kedalam PAP
Pintu bawah panggul
Kepalan tangan yang tidak masuk antara tuberositas ischiadika
Tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan persalinan.
PEMBAHASAN DAN HASIL
2.1. Sejarah dan Definisi Pelvimetri
Pelvimetri radiology pertama kali dikembangkan oleh Albert di jerman serta Budin dan Varnier di prancis pada tahun 1895. sejak saat itu banyak tulisan yang dibuat mengenai pelvimetri, yang berhubungan dengan macam-macam tehnik pengukuran. Dari yang mudah hingga yang sukar dengan suatu kecenderungan saat ini untuk kembali lagi pada cara yang mudah. Thoms menerbitkan hasil karyanya tentang pelvis pada tahun 1922,dan saat ini banyak dijadikan sebagai pedoman metode-metode radiology. Johnson, Cliffort dan Hodges melakukan penelitian dalam metode posisi untuk mengurangi bayangan palsu agar didapat ukuran yang sebenarnya. Guthmann, pada tahun 1928 adalah orang yang pertama menegaskan pentingnya proyeksi lateral pelvis untuk pengukuran diameter sagital. Ball pada tahun 1932 menegaskan pentingnya sifat-sifat kwalitatif terhadap masalah penyesuaian kepala janin terhadap pelvis dalam mekanisme persalinan yang disebut pelvimetri dan sepalometri.
Metode ini sukar dikerjakan karena :
Jarak objek tidak dapat diukur dengan seksama oleh karena objek adalah kepala yang letaknya dalam pelvis yang kebanyakan kasus tidak horizontal dan tidak terdapat titik anatomi yang tetap untuk dilokalisasi
Untuk mendapat diameter-diameter tersebut, diperlukan foto yang dibuat paralaks dan masing masing pengukuran dibuat dua kali ekposisi.
Saat ini terdapat Ultrasonografi yang dapat mengukur diameter biparietal dengan cukup memuaskan dan tidak membahayakan janin.
Sekarang pelvimetri Roentgenologis tidak lagi dianggap perlu dalam penanganan persalinan dengan presentasi kepala janin pada ibu yang diduga mempunyai panggul sempit. Tetapi, kalau persalinan pervaginam diantisipasi untuk seorang janin dengan presentasi sungsang, pelvimetri rentgenologis masih tetap merupakan standart perawatan yang dapat diterima dibanyak pusat kedokteran.
Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk menentukan apakah bayi dapat dilahirkan pervaginam. Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu tidak dapat dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas panggul merupakan salah satu factor yang menentukan hasil akhir. Terdapat sekurangnya lima factor yang dihadapi : (1) ukuran dan bentuk panggul tulang, (2) Ukuran kepala janin, (3) Kekuatan kontraksi uterus, (4) kekuatan moulage kepala janin, (5) presentasi dan posisi janin. Hanya factor yang pertama yang dapat dipertanggung jawabkan dengan pengukuran radiografik yang agak teliti. Dikenal dua macam pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis. Pelvimetri klinis mempunyai arti penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul,panggul tengah dan memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roentgenologis akan diberikan gambaran yang jelas tentang bentuk panggul, ketepatan tambahan dalam pengukuran pelvis , serta dapat dilakukan pengukuran diameter penting yang sulit diperoleh secara tepat dengan cara pengukuran manual yaitu diameter tranversa pintu atas dan tengah panggul.
2.2. Teknik Pelvimetri Roentgenologis
Kondisi yang digunakan disesuakan dengan jenis pesawat yang dipakai, posisis penderita, besar penderita dan jenis kaset yang dipakai, beberapa tehnik pemeriksaan yang dipakai dalam pelvimetri adalah :
1. METHODE MODIFIKASI THOMS
Pengukuran palvimetri pada metode ini diperlukan dua posisi yaitu lateral dan inlet (supero inferior). Menurut Thoms dan Wilson bahwa jarak yang ditetapkan pada masing-masing posisi harus sama , agar nilai terhadap pembesaran relative dari dua bayangan akan tetap dak kesalahan dapat diperkecil akibat sinat X yang divergen. Pada pembuatan secara tehnik ini diidentifikasi penentuan level titik anterior pada simpisis pubis dapat ditetapkan ketelitian sampai 1 cm. sedang penentuan titik posterior menjadi persoalan dalam penentuan titik secara tepat pada intervertebrae lumbal IV dan V. Penelitian Thoms membuktikan bahwa penentuan titik posterior ini dapat berbeda 4 cm dalam pengukuran dan menimbulkan bias 0,2-0,3 cm.. bila pengukuran Thoms dilakukan secara baik, maka metode ini mempunyai ketepatan sampai dengan 2 mm.
a. Posisi Inlet
Gambar posisi Inlet
Posisi Pasien
Pada tubuh penderita ditetapkan titik pada permukaan anterior berjarak 1 cm dibawah batas atas simpisis pubis, dan satu titik pada bagian belakang punggung antara intervertebrae IV dan V
Penderita diletakan diatas meja roentgen dan diusahakan bidang sagitalis media pasien tepat pada garis tengah unit meja pelvimeter dan posisi pasien bersandar.
Dengan menggunakan kaliper pengukur jarak , disisi kaliper dibuat sejajar dengan meja yang ditunjukan oleh bayangan udara pada tengah kaca kaliper- diukur jarak bidang imajinasi PAP yang terbentuk oleh kaliper sejajar dengan film
Dilakukan ekposisi pertama dengan posisi setengah duduk yaitu bidang atas panggul yang diukur tetap sejajar dengan film. Tahan nafas diakhir inspirasi pada waktu eksposisi.
Ketinggian skala sentimeter Thoms (Thoms pale) yang berjarak tiap titik 1 cm diatur dan ditempatkan pada meja pelvimeter sesuai dengan ketinggian ukuran yang didapat sebelumnya.
Pada ekposisi yang kedua penderita bergeser sedang film dan tabung tetap pada posisi semula
Sentralisasi : dengan sinar vertical dibidang sagitalis media ke titik 2,5 inci belakang simpisis
Jarak FFD : 36 inchi (90 cm)
Ukuran film : 12 x 12 inchi (30 x 30 cm)
b. Posisi Lateral
Posisi Pasien
Penderita berdiri dimuka diafragma potter Bucky yang vertical. Dapat dalam posisis lateral kanan atau kiri. Diusahakan agar panggul bersentuhan dengan bidang vertical dan posisi lengan menyilang ke atas
Dengan menggunakan pengukur jarak diusahakan agar posisi lipatan tengah gluteal dan lipatan tengah labia dama jauhnya dari meja.
Ekposisi pertama dibuat setelah penderita tahan nafas diakhir inspirasi
Skala sentimeter Thoms diukur sesuai jarak yang didapat dan ditempatkan pada meja pelvimeter
Pada ekposisi kedua penderita bergeser, sedang film dan tabung tetap pada posisi semula.
Gambar posisi lateral
Sentralisasi : pada pertengahan daerah insisura ischiadika mayor dengan sinar horizontal
Jarak FFD : 36 inci (90 cm)
Ukuran film : 14x 17 inci atau 18 x 24 inci
Pada pembuatan foto yang baik ,maka pada posisi lateral harus tampak dengan jelas batas atas dan bawah simpisis pubis, acetabelum, spina ischiadica, tuberositas ischiadika, vertebrae lumbal bawah dan permukaan anterior sacrum, arcus sacroischiadika. Kaput femoris kiri dan kanan harus superposisi satu dengan yang lain. Sedang posisi inlet tampak pandangan aksial PAP, spina ischiadica dan dinding pintu bawah panggul serta titik hitam dari proyeksi skala sentimeter Thoms.
2. METHODE BALL
1. Posisi AP
Posisi Pasien
penderita berdiri tegak dan dipusatkan pada bidang sagitalis media dari tubuh pada garis tengah diafragma Potter Bucky
Film ditempatkan melintang agar kedua trokhanter mayor masuk bidang film
Diatur diafragma Potter Bucky sehingga batas bawah film satu inci dibawah garis tuber ischiadica (sebagai tanda adalah lipatan gluteofemoral)
Pasien difiksir agar tidak bergerak dan pada waktu ekposisi penderita menahan nafas
Sentralisasi : sinar melalui sagitalis mediam tegak lurus pada batas atas simpisis pubis. Bila diperlukan . Bila diperlukan film yang stereoskopis dilakukan dengan menggerakan tube ke atas 3 inci dari level yang digunakan posisi lateral agar didapat film yang stereoskopis
Ukuran Film : 18 x 24 inci atau 14x 17 inci 2. Posisi Lateral
Posisi Pasien
Penderita dari anteroposterior diputar 900 menjadi true lateral dan penderita berdiri pada posisi lateral kanan , sehingga gluteus kanan menyentuh diafragma potter Bucky
Ditempatkan film memanjang sehingga fundus uteri masuk dalam bidang film
Posisi tubuh diatur agar tepi lateral gluteus tepat pada batas lateral film
Sentralisasi : pada jarak 1 inci diatas tepi superior trochanter mayor
Jarak FFD = 36 inci
Ukuran Film : 18 x 14 inci atau 14 x 17 inci Penghitungan hasil pengukuran yang sebenarnya dicari dengan menggunakan nomogram holmquest.
3. METHODE COLCHER - SUSSMAN
Prinsip metode ini bahwa jarak titik yang diukur harus sebidang dengan alat pengukur sehingga bidang level yang sama mempunyai distorsi yang sama pula.
1. Posisi AP (Anteroposterior)
Posisi Pasien
Penderita diletakan diatas meja dengan posisi supine sehingga bsagitalis media tepat pada garis tengah meja
Kedua lengan disamping tubuh dan kedua bahu diletakan pada satu bidang tranversa. Lutut ditekuk untuk menaikan pelvis bagian atas serta kedua telapak kaki menapak pada meja dan diberi bantalan pasir agar tidak bergerak
Alat pelvimeter dipasang tranversa pada lipatan glutea setinggi dataran tuber isciadika , yang terletak kira-kira 10 cm dibawah batas atas simpisis
Sentralisasi : tepi atas simpisis pubis
Jarak FFD : 36 atau 40 inchi
Ukuran Kaset : 30 x 40 cm atau 35 x 35 cm
2. Posisi Lateral
Posisi Pasien
Pasien berbaring miring pada sisi kiri atau kanan sedemikian rupa sehingga trokhanter mayor pada garis tengah meja
Kedua lengan membentuk sudut 900 dengan sumbu panjang tubuh dan kedua lutut flexi saling berlipat. Scapula terletak pada satu bidang vertical
Alat pelvimeter diletakan memanjang pada bidang sagitalis media daerah lipatan glutea.
Tahan nafas waktu ekposisi
Sentralisasi : sinar tegak lurus pada trokanter mayor femur
Ukuran kaset : 30 x 40 cm atau 36 x 35 cm
Jarak FFD : 36 atau 40 inci.
2.3. Teknik Penghitungan dan Pengukuran
Sebenarnya ada banyak method pengukuran lebar panggul pada pemeriksaan pelvimetri, antara lain :
Pengukuran dengan Penghitungan Geometris dan koreksinya
Pengukuran Menurut Metode Thoms
Pengukuran Metode Ball
Pengukuran Metode Coicher Sussman
Pengukuran Metode Emerik Markoviks
Pengukuran menurut David Sutton
Pengukuran Menurut Isodine Meschan
Pengukuran Menurut Mangert
Namun yang akan dibahas disini hanya beberapa methode pengukuran, yakni Pengukuran dengan perhitungan distorsi geometris dengan koreksinya, Pengukuran Menurut Metode Thoms, Pengukuran Metode Ball dan Pengukuran Metode Coicher Sussman
I. Pengukuran dengan perhitungan distorsi geometris dengan koreksinya
Distorsi yang terjadi pada bayangan film, terjadi karena adanya sinar X yang difergen: sehingga menyebabkan objek film menjadi lebih besar. Besarnya distorsi ini ditentukan oleh 3 faktor yaitu ukuran onjek,jarak target film dan jarak objek film.
Jika :
T : titik fokal dari tabung sinar X
S1S2 : Ukuran objek yang sebenarnya (cm)
F1F2 : Ukuran bayangan gambar pada film (cm)
TF : jarak target fim (cm)
S1F1 : jarak objek film (cm)
Dengan menggunakan persamaan segitiga dapat dihitung :
S1S2 TS3 TS
------ = ----- = ---- -------------->> S1S2=F1F2=TS/TF
F1F2 TF3 TF
Jadi :
Ukuran yang sebenarnya dapat dihitung dari ukuran bayangan film yang yerbentuk dikalikan dengan factor koreksi (TS/TF) .pembilang factor koreksi TS dihitung dari TF –SF
II. Pengukuran Methode Modifikasi Thoms
Pintu Atas Panggul
Anteroposterior: berasal dari titik dipermukaan belakang simpisis 1 cm dibawah batas superior belakang bagian permukaan anterior sacrum pada titik permukaan dari perpanjangan linea iliopektinea ( titik posterior ini dapat tidak terletak pada promontoriuum sacrum)
Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea
Sagital posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan dari diameter tranversa
Gambar Pengukuran Cara Thoms
Bidang Tengah Panggul
Anteroposterior: dari titik tepi batas bawah simpisis yang ditarik ke belakang melalui spina ischiadica ke sacrum yang biasanya terletak diantara vertebrae sakralis ke IV dan V
Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea
Sagitalis posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan diameter tranversa
Pintu Bawah Panggul
Tranversa : jarak antara permukaan dalam dari tuberischiadica (disebut juga diameter bituberial dan mudah diukur dengan palpasi manual dan tidak perlu pengukuran radiologist
Sagitalis posterior : Jarak antara titik tengah diameter tranversa dan ujung dakrum.
Hasil pengukuran diameter PAP dapat langsung terukur sesuai dengan panjang skala Thoms yangterproyeksi pada film. Tetapi diameter tranversal bidang tengah panggul dari diameter bispina harus dilakukan koreksi. Menurut Meschan besarnya koreksi pada ketinggian 72 inci adalah 5 %.
III. Pengukuran Methode Ball
Pintu Atas Panggul
Diameter anteroposterior (promontorium ke pubis (11,5 cm)
Diameter tranversa ( 12,5 cm) Bidang Tengah Panggul
Diameter anteroposterior (simpisis pubis ke bagian bawah segmen sacral 5 (12,6 cm) jarak ini terdiri dari 2 segmen
Jarak dari simpisis pubis ke garis interspinosus (8,3)
Jarak antara interspinosus ke segmen sakralis (4,3 cm)
Diameter interspinosus (10,5 cm)Pintu Luar Panggul
Diameter tranversa (bituberal) (10,4 cm)
IV. Pengukuran Methode Colcher-Sussman
Pintu Atas Panggul
Diameter anteroposterior (I-G) : dari tepi atas simpisis bagian dalam ke permukaan dalam sacrum setinggi garis iliopectinia . melalui pertengahan tepi pelvis dan puncak arcus sakro ischiadika pincak arcus sakroischiadika diperkirakan dari satu dengan yang lainya
Diameter tranversa (A-A’) adalah diameter melintang terbesar PAP
Gambar Pengukuran cara colcher-sussman
Bidang Tengah Panggul
Diameter anteroposterior (P-M) : dari bawah bagian dalam simpisis melalui titik pertengahan bentuk spina ischiadika ke tepi anterior sacrum
Diameter tranversa (B-B’) : diameter tranversa interspinorum (F)
Pintu Bawah Panggul
Diameter anteroposterior (post sagital ST) : dari titik pertengahan tuberischiadikum (T) ke tepi bawah sacral terakhir. Titik T dicari pada proyeksi lateral, ditarik garis yang diproyeksikan dari batas foramen obturatorius ke titik terbawah tuber ischiadica. Kedua titik ini dihubungkan dan titik T pertengahan tuber ischiadika adalah pertengahan dari kedua titik tersebut
Diameter tranversa (bituberal) (C-C’) : pada proyeksi anteroposterior yang ditarik melalui garis lurus dari tepi lateral PAP ke dinding lateral pelvis atas yang nampak sebagai garis putih pada film ke perpotongan tepi bawah tuberositas ischiadika
Ukuran harga normal dari pengukuran diameter anteroposterior dan tranversa secara Colcher –Sussman:
PAP: anteroposterior+tranversa = 22-24 cm
PTP: anteroposterior+tranversa = 20-22 cm
PBP: anteroposterior+tranversa + 16-18,5 cm
PENUTUPKesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik antara lain :
Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk meentukan apakah bayi dapat dilahirkan pervaginam.
Adapun methode teknik pemeriksaan pelvimetri yang umum digunakan, antara lain :
Metode Modifikasi Thoms
Metode Ball
Metode Coicher-susman
Adapun kelebihan dari pelvimetri radiologis dibanding pengukuran manual antara lain :
Pemeriksaan ini memberikan ketelitian sampai ke tingkat pengukuran yang tidak dapat dilakukan secara klinis. Arti klinis ketelitian ini menjadi jelas kalau hasil pengukuran konjugata diagonalis dianggap pendek. Kalau conjugate diagonalis lebih dari 11,5 cm, dimensi anteroposterior PAP sangat jarang sempit. Tetapi bila conjugate diagonalis kurang dari 11,5 ukuran ini tidak selalu merupakan indek yang dapat diandalkan sebagai konjugata obstetrk, karena perbedaan antara kedua diameter ini, biasanya sekitar 1,5 cmdapat berkisar dari kurang dari 1 atau lebih dari 2 cm.
Pemeriksaan ini dapat memberikan ukuran yang tepat. Dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter tranversal PAP dan diameter interspinarum (diameter tranversa panggul tengah).
Dan keterbatasan pemeriksaan radiologi Pelvimetri, antara lain :
Pelvimetri hanya dapat mengukur bagian keras panggul (tulang) dan tidak dapat mengevaluasi dari bagian jaringan lunak, perubahan pengecilan kepala, kekuatan uterus dalam persalinan dan derajat relaksasi ligamentum pelvis. Fine melakukan penelitian retrospektif masing-masing pada 100 wanita dengan tehnik Thoms dan Ball: didapat 28,6 % penderita yang dilakukan pengukuran pelvimetri dengan metode Thoms didapatkan kesempitan PAP atau bidang tengah panggul. Begitu pula terdapat 22,5% disproporsi absolute dengan cara modifikasi ball, ternyata dapat dilahirkan pervagimam tanpa komplikasi.
Adanya kemungkinan false positif dan false negative pada pemeriksaan pelvimetri, disarankan agar pelvimetri tidak digunakan sebagai satu-satunya petunjuk tunggal untuk pengambilan keputusan dalam tindakan persalinan.
DAFTAR REFERENSI
Disadur darihttp://digilib.unsri.ac.id
Referensi :
1. Mochtar R. Sinopsis obstetric. 2nd ed, Jakarta :EGC 1992; 81-86, 359-364
2. Wiknjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. 2nd ed, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawiroharjo 1991; 1-14
3. Wiknjosastro H. Anatomi jalan lahir. Dalam: Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadi T Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1992; 102-112
4. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. The Normal Pelvis. In: William Obstetrics, 19th ed. Appleton and Lange, 1993; 283-294
5. Oxorn H. Panggul Obstetrik.In: Hakimi M. Human labor And Birth ed. Bahasa Indonesia: Yayasan Esentia Medica,1990 21-37
6. Thurnau GR, Hales KA, Morgan MA. Evaluation Of The Feral Pelvic Relationship. Clin Obstet Gynecol 1992; 35: 570-579
7. Varner MW, Cruikshank DP, Douglas WL. X-Ray Pelvimetry in Clinical Obstetrics. Am J Obstet Gynecol 1980; 56: 296-299
8. Mathies HJ. X-Ray Pelvimetry. In: Sciarra JJ Gynecology and Obstetrics, revised ed. Philadelphia: Harper and Row, 1883; 1-4
9. Prawirohardjo S. (ed) : Ilmu Kebidanan Edisi II, Yayasan Bina Pustaka Jakarta 1981: 94-104,587-599
10. Shanks S.C, Kerley P : Texbook Of X-Ray Diagnostic, Volume III second Edition , HK. Lewis, London ,1950: 576-638
11. Tadjuludin T: Imbang Foto Pelvic Mimeograft, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fak KedoK Univ Indonesia, Jakarta,1961: 1-3
12. Theodore E. Keats, Lee B. Lusted: Atlas of Roentgenographic Measurement 5th ed. 1985: 403-435
13. David Sutton: Texbook of Radiology And Medical Imaging International Student Edition Volume II, Curcil Livingstone,1987; 12081240
14. Alfred CB, Alexander HR: Obstetric Practice 7th ed. Baltimore: The Williams And Wilkins Compani 1958; 305-319
15. Eastman, Helman: Pelvimetri in Williams Obstetric 12th ed. Appleton Century –Crofts